Jangan Pegang Tangan Tuhan

(Renungan Awal Tahun oleh Chris I. Nguru)

Hidup ini bagai sebuah perjalanan dimana masing-masing dari kita mesti menjalaninya. Itu sebabnya, kisah perjalanan kita disebut sebagai cerita perjalanan hidup.

Kata “perjalanan” mengindikasi- kan adanya langkah. Kita mesti melangkah dalam perjalanan kita. “Putus asa” hanyalah kata yang bernada ingkar terhadap hakekat hidup yang harus terus dijalani. Bahkan, kata “putus asa” itu adalah penyangkalan total terhadap realita hidup dengan asumsi bahwa hidup sudah mati sebelum mati.
Melangkah dalam perjalanan hidup bukan saja sebuah keharusan, tetapi juga adalah hakekat hidup. Sebab setiap yang hidup mesti bergerak. Walau tidak semua yang bergerak itu hidup, namun pada akhir analisis, ada Sumber Hidup yang menggerakkan- nya. Itu sebabnya melangkah itu adalah sebuah tanggung-jawab; tanggung-jawab kepada Sang Pemberi Hidup.

Melangkah berarti bertanggung-jawab. “Mengambil langkah seribu” adalah sebuah pengingkaran terhadap tanggung -jawab yang harus dipikul dalam perjalanan. “Kecuali pilihan itu dari awal dilihat sebagai strategi penundaan” terhadap tanggung-jawab itu karena berbagai kompleksitas persoalan sulit yang dihadapi dalam perjalanan tsb.

Berdasarkan gambaran di atas, maka muncul pertanyaan, “Siapakah yang dapat berjalan sendiri dan tidak tersesat?” Tidak ada seorang pun! Kita semua lemah dan sesat. Alkitab memberi peringatan: “Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut”.

Jadi, jangan pegang tangan Tuhan yang penuh kuasa itu seolah tangan kecil kita yang rapuh bisa menggenggam dengan erat. Biarlah kita tetap di dekat-Nya dan tangan Tuhan yang kuat itu memegang tangan kita untuk menuntun kita di jalan-Nya (Mzr. 73:23). Di bagian lain Alkitab Ia berjanji kepada kita, “Sebab Aku ini, TUHAN Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: ‘Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau'” (Yes. 41:13).
Selamat menempuh Tahun Baru!